pESANTREN PILIHAN PERTAMAKU
Hore hore aku lulus !!
Begitulah
teriakan para siswa SMP Negeri 1 tanah pinem tatkala baru selesai menerima
hasil ujian kelulusan dari bangku SMP menuju jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dan bergengsi yaitu SMA. Pagitu begitu bersahabat dan cerah diamana
cuacanya tidak begitu panas dan menyengat sehingga menjadikan para siswa bisa
lari lari kesana sini dengan penuh kegembiraannya kerena sudah lulus dari SMP.
Sebagian siswa lain juga ada yang merayakan kegembiraannya dengan bermain bola,
mencorat coret bajunya sebagai bukti bahwa dirinya akan meninggalkan jenjang
pendidikan smp dan tidak akan smp lagi, karen akan menempuh pendidikan yang
lebih menantang dan mendewasakan dirinya.
Dibawah
pohon palam yang disampingnya terdapat kursi yang saling berhadapan sebgai
tempat istirahat dan bermain para siswa, dengan hembusan angin yang spoi
spoi terlihat duduk seorang perempuan yang
berkulit saumatang, yang mempunyai senyum yang manis juga merupakan siswi yang
memiliki kemampuan sebagai bintang kelas,yang kemudian meneteskan airmata dan tersendu sendu
melihat secarik kertas yang di pegangnya. Melihat gadis yang cantik jelita ini,
aku sedikit merasa tergerak ingin tau apa yang menjadikan gadis imut ini
menangis melihat kertas hasil kelulusannya, sehingga menjadikan timbul beberapa
pertanyaan dalam hatiku. Namun tentunya
aku tidak dapat menjawan pertanyaan itu dengan diri sendiri. Dengan semakin
penasarannya diriku, aku pun mendatanginya dan mencoba untuk menanyakan apa
yang menjadikan dirinya menagis melihat hasil ujiannya padahal dia adalah
bintang kelas dan memiliki nilai yang tertinggi dari kami teman temannya.
Dengan menggerakkan
tangan kanannya, ia kemudian mengusap airmata yang mengalir diwajah imutnya. Dan
mencoba untuk berbicara dengan tenang untuk memberitahuku kenapa ia menangis
walaupun nilai yang begitu tinggi. “Aku menangis melihat hasil ujian ini dikarnakan
aku melihat teman teman begitu gembira yang mana hasil kelulusannya bisa
diperlihatkan kepada ibu tercintanya dengan penuh canda tawa yang mana tentunya
juga akan disambut oleh ibu mereka
dengan senyum yang tiada tara dengan keberhasilan anak mereka. Sedangkan aku
hanya bisa menyapaikan kelulusanku ini, diatas kuburan ibuku yang mana aku
tidak tau apakah ia senyum melihat ini atau bahkan merasa kecewa dengan hasil
yang aku miliki ini dengan menghabiskan waktuku hanya belajar supaya aku lulus
semata, sedangkan aku tidak pernah lagi melaksanakan solat dan mengaji serta
mendoakan ibuku. Kemudia aku setelah lulus ini pula akan melanjutkan sekolah
bukan masuk ke sekolah pesantren tahfid
sebagaiman yang keinginanku karean ayahku memaksaku masuk kesekolah SMA umum
saja. Dia tidak mampu nantinya untuk membiayai sekolahku dan hidupku” begitulah
cerita gadis ini dengan diikuti dengan suara tangisnya yang belum berhenti.
Aku pun
bingung terhadap apa yang menjadi kemauan sigadis ini, diiringi dengan bertanya
dalam hatiku, bukahkah sekolah di umum itu enak, bebas dan bisa kemana mana,
dan segala keindahan masa SMA akan kita dapatkan tatkala kita melanjutkan
sekoalah di SMA-SMA umun itu terbesik pernyataan ini dalam hatiku. Dimana diri
ku sangat menginginkan melanjutkan sekolah di sekolah sekolah umum sebagimana
yang kuharapkan setelah lulus dari SMP ini.
Setelah
pulang dari sekulah dimana hari itu adalah hari terahirku memakai seragam SMP,
aku pun langsung pergi kemasjid untuk melaksanakan solat dzuhur walaupun akau
sudah kelas tiga SMP belum bisa membaca al-quran bahkan bacaan sholat pun masih
banyak yang belum aku hafal namun dalam hatiku selalu ada perasaan yang
mengenangkan tatkala aku selesai melalukan sholat lima waktu. Sebagai seorang
yang baru meranjak remaja tentunya bisa saya sadari adalah kelemahan aku untuk
melakukan solat subuh dan asar saja.
Dengan
sambil berfikir menuju pulang kerumah kost ku, dikepalu penuh dengan nama-nam sekolah
sebagai pilihan yang akan aku masuki sebagai tempatku untuk melanjutkan
studiku. Disamping itu aku juga merasa selalu dibayang bayangi oleh keinginan
teman sekolahku yang menangis di sekolah itu. Kenapa ia sampai menangis karena
tidak masuk pesantren, sedangkang dalam benakku hanyalah apabila sekolah
sekolah umum yang teringat. Yang apabila aku tidak bisa masuk kesekolah yang
satu maka akan kucoba sekolah yang lain
tetapi tatap sekolah SMA umum. Kalimat ini selalu tertanam dalam diri yang
belum tau apa itu agama sebenarnya, apa itu al-quran dan segala keutamaannya
serta keagungannya, serta bagaiman jika nasib kita tatkala tidak bisa baca
alqur’an dan faham afama sebagai ilmu fardhu ‘ain kita.
Esok
paginya bertepatan pada tanggal 7 juli, aku kemudian bergegas merapikan semua
pakaianku untuk pulang kekampung halaman, untuk membantu orang tua sementara
waktu. Sebelum pergi melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih dan bisa
dikatakan bergengsi yaitu SMA. Ditengah perjalanan aku menggunakan kenderaan
Bus, dari dalam kendaraan ini aku pun menatap pepohonan lewat jendela mobil,
dimana di dalam hati dan fikiranku selalu terngian kata kata temanku seorang siswi angkatan ku beberapa hari
sebelumnya.
Selama
satu setengah bulan di kampung halaman aku menjalani liburku sama seperti anak
anak yang lain, yang baru saja lulus sekolah yaitu melakukan kegiatan keladang,
bermain dan jalan kesana kemari bersama teman teman yang lain menikmati libur
yang panjang ini. Tidak lupa juga aku dan keluargaku juga tentunya tetap
membahas kesekolah mana aku akan melanjutkan sekolah ini. Sebagai anak laki
laki pertama, kami sebagai suku yang memiliki budaya bahwa seorang anak laki
laki itu harus sekolah setinggi tingginya karen mereka adalah sebagai penganti
keberadaan dan penerus marga dari seorang ayah. Dalam benak dan pikiran saya
dan keluargaku tidak ada sedikit pun
tergores sebuah nama sekolah yang bernama pesantren sebagai tempat aku untuk
melanjutkann sekolah seperti sakarang ini. Karena ayah dan ibu aku sudah
mengambil formulir pendaftaran kesekolah salah satu SMA di kota kabupaten
Sidikalang yaitu SMA Negeri 2 Sidikalang dan sudah mencari rumah kos kosan untuk
tempat aku tinggal disana nantinya.
Setelah
satu bulan lamanya aku menikmati hari hari liburku di kampung tepat pada hari
kamis siang hari itu terjadi sebuah peristiwa. Peristiwa ini adalah suatu hal
yang biasa terjadi bagi manusia secara fitrah dan sudah menjadi takdir yang
tidak bisa dibantah. Diaman peristiwa ini adalah meninggalnya seorang ibu dari
teman tetangga saya, tepat disamping kanan rumah aku. Sebagai tetangga tentunya
kami semua turut simpati dan membantu kelurga itu dengan mempersiapkan segala
keperluan jenajah, mulai dari bunga bunga, wangi wangian dan mempersiapkan
pemandiannya. Setelah selesai dari memandikan jenajah dan mengkafaninya maka
kami semua sebagai tetangganya yang terkena musiabah segera mempersiapkan diri
pula untuk ikut serta mensholati jenajah itu kemasjid terdekat.
Bebarapa
menit kemudian kami pun semua sudah siap untuk melaksanakan sholat jenajah.
Kami meluruskan shof dan rapat namun ada satu hal yang membuat saya kanget dan
meresa sedih adalah tatkala salah seorang laki laki tua yang sudah memiliki
rambut yang sedah kelihatan memutih berkata kepada jama’ah, “ayo salah seorang
dari keluraga atau suami dari jenajah ini kami persilahkan untuk mengimaminya
kata sang kakek. Tetapi tidak ada satu orang pun dari keluarga jenajah bahkan
sang suami yang dia dampingi selama hidupnya pun tidak mampu untuk mengimami
jenajahnya, sebagai bukti kasih dan citanya serta sebagai pertemuan yang
terahir dengan sang istrinya. Dia pun kemudian seraya berkata kepada sang kakek
tadi “sudah pak langsung saja bapak yang mengimaminya”.
Sehabis
dari mensholati jenajah ini kami pun ikut turut serta untuk mengantarkan
jenajah itu kekuburan tempat terhirnya sampai selesai semua acara pemakaman
dilakukan. Sepulang dari pemakaman itu entah tau mengapa dalam hatiku sedikit
terangkai sebuah kalimat, yang kemudia sampai kepada bibirku yang tidak mampu
untuk menahan dari mengucapkan kalimat itu yaitu “ kasihan sekali ibu itu diamana
tidak ada yang bisa mendo’akannya dari anak anaknya yang dia didik hingga besar
dan penuh dengan cita kasih sayang yang dia berikan semasa hidupnya, begitu
juga suaminya yang tidak bisa mengimaminya disaat dia akan diantarkan ketempat
terahirnya sebelum yaumul hisab”. Tapi hal kejadian ini belum sedikitpun
menjadikan sekolah yang akan tempat aku melatjankan pendidikan tingkat SMA
berubah nama. Samapai akhirnya beberapa hari setelah peristiwa ini aku pergi
bersama ayah tercinta untuk mendaftarkan diri kesekolah SMA Negeri 2 Sidikalang
Kabupate Dairi.
Dengan
penuh semangat dan gembira tentunya aku melaksanakan ujian tes masuk sekolah
ini dengan percaya diri dan berusaha kekuat tenaga. Kemudian sehabis dari
melakukan pedaftaran sambil menunggu hasil pengumuman murid yang akan diterima,
ayah dan aku pun mencari kos kosan tempat yang cocok buat aku senagai rumah
tempat tinggalku nantinya tatkala sudah masuk di SMA 2 ini. Berjarak 250 meter
dari sekolah kami kemudian menemukan sebuah rumah kecil yang siap dikontrakkan untuk
anak anak yang ingin mengunakannya sebagai kos kos sekolahan. Tidak begitu lama
untuk membuat sebuah sepakatan dengan sang pemilik rumah, kami pun
diperkenankan menggunakan rumah kecil ini untuk nantinya saya gunakan dengan
biaya pertahun sebesar satu juta rupiah.
Tanpa
mengurangi samangatku dan ayah pun kemudian mengiayakan kesepakatan itu, karena
ayahku yang tercinta ini sangat menginginkan saya sebagai anak laki laki
pertamanya harus menjadi orang yang sukses yang mana tidak seperti dirinya
kelak. Walaupu demikian sebuah pernyatan yang berada dalam benak ayahku ini,
aku tetap yakin bahwa semua yang ayah lakukan itu dan keadaan keluagaku ini adalah sebagai dasar dan motivasi buat aku
untuk menggantungkan cita cita setinggi langit dan menanamkan harapan yang
tidak ada putus putusnya.
Setelah
semua keinginan yang ada dalam benakku pada hari itu sudah terjawab dengan baik, hanya saja untuk menjalaninya aku menunggu
waktu beberapa hari lagi sebagai hari awal aku masuk SMA dan menggunakan
seragam putih abu abu. Sehari sebelum pulang dari kota untuk pulang kekampung bertepatan pada hari jum’at kami pun
melakukan solat jum’at dengan ayahku kemasjid raya sidikalang. Adapun dihari
itu khotib jum’at itu mengankat tema kutbahnya adalah Anak Soleh yang selalu
mendo’akan kedua orang tuanya. Khutbah ini sebelum sampai kepada inti dari isi khutbah sang khotib
memberikan pengantar khutbahnya denga kemana orang tua saat ini mengantarkan
anak anak mereka untuk melanjutkan
sekolah dan apa hasil yang orang tua
inginkan dari anak anak mereka itu.
Dalam
kutbah itu khotibpun membahas sangat rinci dan detail tentang seorang anak
soleh dan solehan beserta contoh contoh hikmah yang disampaikan. Mendengar
khutbah ini, membuat aku merasa bahwa ada yang kurang nantinya dalam diriku
tatkala aku hanya sekolah di SMA saja. Yang mana hanya ada kompetisi antara
para siswa dan siswi saja untuk mencari nilai setinggi tinginya tampa ada
peduli kepada moral dan adab untuk mendapatkan nilai itu, baik itu mencontek
dan lain sabagainya. Diperjalanan pulang keruah aku mulai berfikir dan
mengingat kembali apa yang dikatan oleh seorang siswi teman aku waktu SMP dulu
dengan apa yang disampaikan ustad khotib jum’at kemarin. Dimana ia ingin
melanjutkan sekolahnya di pesantren tahfid itu ternyata dia ingin menjadi
seorang gadis yang sholehah yang kelak akan mendoakan orang tuanya, bisa membacakan
ayat ayat suci al-qur’an dengan semangat dan dapat mengajarkan al-qur’an itu
serta mengajarkan agama kepada anak anaknya kelak agar dia bisa di do’akan dan
di sholatkan oleh anak anaknya yang dia cintai itu ketika ia dipanggil oleh
Allah.
Sesampainya
dikampung halaman aku kemudian mencari tahu apa yang menjadi keistimewaan bagi
seorang yang sudah menghafalkan al-qur’an. Aku mencoba untuk ikut mengaji
dengan teman temanku dan anak anak SD
dikampung setiap sore ba’da sholt Asar. Pada saat kami hendak mangaji bersama
para ustad dan ustadzah, kamipun disuruh untuk berdo’a bersama sama serta
menghafalkan surat surat pendek sebelum memulai pengajian. Semuanya teman teman
dan anak anak yang hadir dimasjid itu membacakan do’a dan surat surat pendek
dengan suara lantang dan penuh semangat.
Tapi yang terjadi pada diri adalah merasa malu dan sangat sangat malu
karena aku tidak bisa mengucapkan apa aja yang teman anak anak lain ucapakan.
Dimana aku hanya bisa membaca bismillah dan Alfatihah yang memang sudah melekat
dalam kepalaku serta beberapa bacaan solat. Pada saat itu setelah kami semua
membaca yang diperintahkan oleh ustad membaca doa bersama sama kemudian sang
ustad ini menyampaikan apa keistimewaan orang orang yang hafal al-qur’an yaitu
dia akan Allah jadikan sebagai keluarnga-Nya, nanti dihari kiamat al-qur’an
yang dia hafal akan datang memberikan syafaat kepada penghafalnya serta Allah
akan memberikan mahkota penghargaan kepada orang tua orang yang hafal al-quran
tersebut.
Sesudah
menyampaikan ceramah singkat itu kemudain ustad menunjuk salah seorang anak
yang masih kelas dua SD untuk menghafalkan surah addhuha. Pada saat dia
menghafalkan surat itu aku mulai merasa tidak tenang dan ingin kiranya aku
berteriak dengan sekuat tenaga menyampaikan bahwa aku adalah satu satunya orang
yang tidak bisa membaca al-qur’an dan bahkan nama nama huruf hijaiyah pun masih
banyak yang belum kuketahui walaupun aku sudah lulus dari SMP. Dengan penuh
gejolak perasaan malu itu aku kemudian berpura pura izin kekamar kecil padahal
aku lari pulang kerumah. Dengan kejadian ini aku sudah merasa sangat malu
melihat teman temanku saat aku bertemu dengan mereka, saat bermain dengan
mereka karen aku sudah besar tetapi belum bisa mengaji.
Aku
mulai mengurung diri dan jarang kelur rumah bermain dengan teman teman.
Peristiwa ini pula ternyata menjadikan aku berfikir untuk melanjutkan sekolah
di SMA umum berubah dan ingin kiranya aku akan masuk pesantren dengan niat untuk belajar
agama, bisa sholat dengan benar, baca al-qur’an dengan lancar dan bahkan
mengahafalkannya. Walaupun aku tidak begitu faham arti dari bacaan bacaan solat
yang telah aku hafalkan, aku mencoba terus melaksanakan solat setiap magrib, isya, subuh dan dzuhur
dan memohon kepada Allah dimana sekolah yang harus aku jadikan sebagai tempat
aku menimba ilmu. Pada suatu malam aku bermimpi suatu kejadian yang membuatku
untuk memutuskan bahwa pesantrenlah tempat aku menuntut ilmu dan belajar agama
dengan benar yaitu dalam mimpi aku menmukan kedua orang tuaku terdiam dalm
suatu tempat yang penuh dengan api yang membara di sekelilingnya, begitu juga
binatang binatang buas yang siap menerkam mereka. Dengan merasa ketakutan aku
pun memanggil manggil mereka namun mereka tidak bisa mendengar panggilanku dan
kemudiar akhirnya ada mahluk yang seram yang tidak aku kenalaku pun tidak tau
makhluk apa yang datang memnghampiriku dan mengejarku untuk juga diseret
ketempat yang menyeramkan itu.
Aku
terus berlari sekuat tenaga agar tidak bisa didapat mahluk itu, disaat aku
sudah tidak kuat lagi untuk lari dan hapir ditangkap aku teringat dalam mimpi
itu membaca la-qur’an pada saat kami mengaji di masjid itu yang mana membaca
surat al-ikhlas, al-falaq dan an-nas. Tanpa kusadari aku mengucapkan ayat ayat
alqur’an itu dengan kesemuanya yang menjadikan makhluk itu pun terbakar
sehingga menjadikan aku ternagaun dari tidurku dengan penuh dengan keringat
membasahi bajuku.
Kemudian
besok paginya aku memutuskan untuk menyampaikan kepada ayah dan ibuku untuk
masuk peantren sebagai pilihaku sabagai tempat aku belajar dan menimba ilmu
ilmu yang dapat memberi manfaat kepada diriku, ummat dan dapat berguna bagi
bangsa dan negara serta menjadikan aku semakin taat terhadap semua perintah
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan yang sudah ditetapkan-Nya dan
rosul utusan-Nya.
Dan
sudah barang tentu keputusan itu mengundang respon dari kedua orangtua ku yang
kelihatanya agak kecewa dan merasa kenapa setelah mndaftar SMA, dan uang yang
sudah lumayan banyak habis pada ahirnya aku memilih sekolah pesantren tempat
sekolahku yang terahir. Namun aku tidak berputus asa untuk selalu berdo’a dan
memberikan pemahaman sedikt demi sedikit sebatas kemampuanku kepada orang tuaku
akan keberadaan aku nantinya tatkala melanjutkan sekolah di pesantren. Keputusan
yang aku buat ini juga menjadikan aku bingung pula karena aku tidak tahu
pesantren apa yang kupilih sebagai pilahan pertama itu, yang mana kita ketahui
begitu banyaknya pesantren pesantren yang sudah ada. Maka beberapa hari setelah
itu keajaiban pun datang yaitu salah sorang teman dari anak kampungku itu
diajak main kekampung tercintaku yang mana dia lulusan dari MAS Hidayatullah
Medan, dialah yang mangajak aku untuk masuk kesekolah pesantren Hidayatullah
melanjutkan sekolah dan belajar agama dengan benar hingga saat ini sampai aku
menempuh kuliah di Hidayatullah Surabaya semester 6 dan tentunya akan saya abdikan pula
ilmu ilmu yang aku dapatkan dari pesantren ini kepada ummat dan bermanfaat bagi
alam semesta ini. Amii....